Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Kalimantan Tengah. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Rabu, 30 April 2008

Agung Catur Prabowo


Agung Cepe alias Agung Catur Prabowo lahir di Tuban, 18 Maret 1971. Bergabung dengan komunitas Teater Kristal pada periode 1984 - 1992 dan membidani lahirnya Teater SMA N 1 Tuban Tahun 1988/89. Mulai menulis puisi sejak duduk di bangku SMP dan pernah menulis beberapa naskah drama anak-anak. Beberapa puisinya sampai dengan Tahun 2002 terangkum dalam Antologi ‘Ruang Kaca’ dan ‘Pendapa’ (tidak dipublikasikan). Minat seni lainnya adalah musik. Berproses di teater selalu mendapat jatah ilustrasi musik, beberapa kali menjadi juara lomba mengamen dan telah menggarap musikalisasi puisi.

Bersama kawan seniman di Palangka Raya, pada Tahun 2004 mendirikan Lembaga Seni dan Budaya Terapung (Lingkar Studi Teater dan Sastra Kampung) dan telah banyak memproduksi pementasan teater maupun sastra tingkat lokal maupun regional Kalimantan.

Saat ini bekerja sebagai PNS di lingkungan Dinas Kehutanan Prov. Kalteng dan sejak Tahun 2004 sampai sekarang aktif mengasuh dan menulis untuk rubrik khusus features ‘Balai Basara’ dan ‘Yang Khas Kalteng’ pada Majalah Kehutanan Kalimantan Tengah “PADANG HIMBA” serta turut menyumbangkan karya puisi dan cerpen di media massa.

Tahun 2007 menjadi anggota Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Tengah untuk Bidang Teater dan menjadi Dewan Juri pada berbagai event lomba seni dan budaya.


angsana

angsana kini berdaun luruh :
bukan apa-apa, hanya menyapa tanah keruh
hijau putih kini menguning
terayun jatuh disepoi angin
lantas mengalun serenade kemuning :
nyanyiku putih suradadu
kobarkan cinta merah kastuba
hapus nestapa dengan wangi kamboja
wahai, bergetarlah sayap-sayap angsana!
bangkitlan hidup fana hijau angsana!
daun-daun masih luruh :
bukan apa-apa, hanya menunggu musim penuh

(Agung Cepe: Bumi Palangka, Januari 2004)


Lanting

batang sungai yang berkelak-kelok, adalah
urat nadi yang mengalir darah, menderas
dari kerut-kerut lembah, berdenyut
dari bilik-bilik bukit, menetes
dari celah-celah padas..
angin tropis yang sepoi-sepoi, adalah
nafas yang mengalir udara, menghembus
dari rerimbunan lembah, bergelayut
dari puncak-puncak bukit, mendesah
dari dedaunan basah..
lanting yang sendiri terombang-ambing, adalah
jasad yang bersemayam jiwa, mengapung
di atas gelombang yang mulai keruh, bertahta
di atas onggokan yang mulai lapuk, menyandar
pada tiang-temali yang mulai rapuh..

Agung Cepe, 2007


Rambang

bus air, kelotok dan jukung berlalu lalang
sesekali terayun pada bayangan speedboat
barang barang yang baru saja datang bergegas diturunkan
getah dan tengkawang pun buruan diangkut
pedagang yang menuai untung
kami pulalah yang kebagian rejeki
bapa Handut wahai bapa Handut,
impian yang dulu pernah kau rajut
bagi kampung lengang di tepian Kahayan
kini terbentang pandang di pelabuhan
sebagai penghormatan kepada Tatu Hiang
kami pahatkan tugu dan tiang pancang
selamat datang Dandang Tingang
selamat bersemayam di kota Isen Mulang
sampai tiba saatnya kepingan waktu berlalu
wajah kahayan berubah coklat kelabu
dan dermaga yang ditimpa kemilau senja
hanya bisa membiaskan gurat gurat yang menua
bapa Handut wahai bapa Handut,
ijinkan kami bertahan pada betang dan lanting di seberang
dan di sini akan selalu kami dendangkan
syair karungut dan gurindam Rambang

Agung Cepe, April 2008