Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Kalimantan Tengah. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Rabu, 05 Januari 2011

Awang Pribadi, Suyitno BT



Lahir di Pemalang 10 Maret 1979.
Masa SD dan SMP dilalui di sebuah Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) yang terpencil di daerah Sebangau, Kahayan Kuala, Kapuas (Sekarang masuk wilayah Kab. Pulang Pisau). Untuk melanjutkan SLTA harus hijrah ke Palangkaraya, karena di kampung halamannya tidak ada SLTA. Hijrah ke Palangka Raya tahun 1996 dan menyelesaikan SLTA di SMU Muhammadiyah Palangkaraya tahun 1999.

Mulai aktif menulis sejak tahun 1994 (sewaktu masih SMP), namun baru dipublikasikan tahun 2000, ketika bergabung dengan GARASI (Gabungan Aransemen Seni dan Inspirasi) Palangka Raya Pimpinan Andi Burhanudin . Tahun 2001 bergabung dengan ISASI (Ikatan Sastrawan Indonesia) Kalteng dibawah pimpinan Andi Burhanuddin, J. J Kusni, hingga Drs. Supardi. Saat itulah banyak belajar dari Ayahnda Badar Sulaiman Usin (Alm), M. Anwar MH, J.J Kusni, Andi Burhanudin, Drs. Supardi, dll. Pada Tahun yang sama juga bergabung dengan Sanggar Teater STGBA (Srikandi Tiung Gunung Balamping Amas) Pimpinan Dapy Fajar Rahardjo. Disini Belajar Teater dengan Mas Dapy, Mbak Ayu, Ali MH, dll.

Tahun 2004 bersama Ali MH (teater), Agung Cepe (musik/sastra), Dian Lufia (teater/sastra), N. Hadi Kromosetika (sastra) dan beberapa teman lain, mendirikan Lingkar Studi “Terapung” Palangka Raya. Saat ini bergabung dengan Komunitas Seniman dan Budayawan Palangka Raya dibawah Koordinator Abdi Rahmat. Selain itu bersama teman-teman juga aktif di sanggar Bianglala.
Pernah belajar di Fakultas Teknik UMP, jurusan Teknik Sipil ; Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Asing (STIBA) Palangkaraya, Jurusan Sastra Inggris, tetapi tidak Pernah Tamat.
Beberapa karya Puisi pernah dimuat di Harian Kalteng Pos, Palangka Pos, Banjarmasin Post. Karya juga termuat dalam “Negeri Bekantan“ Kumpulan Puisi Penyair Kalteng (2003), dan Kumpulan Puisi Penyair Kota Palangka Raya terbitan Disparsenibud Kota Palangka Raya
(2005), beberapa manuskrip kumpulan puisi : Pasiung (1995), Kosong (2000), Gaok (2001), Mendaki Sisi Miring (2002), Sujud Bayang-bayang (2003), Pinangan Subuh (2003), Lukisan Cinta di Kanvas Hitam (2004), Denting (2006)
Telah menghasilkan beberapa Naskah Panggung, diantaranya : Lukisan Cinta di Kanvas Hitam, Tandu dari Surga (anak-anak), Brooo…tt..!, Cinta Sebatang Lilin, Laknat, Oe..e..e..,dan beberapa yang lain.

Saat ini sedang belajar berwiraswasta, menekuni bidang Advertising sekadar untuk menutupi kebutuhan hidup.

BANGKU BATU

duduk di atas bangku batu
sepuluh meter kau di jilatan mata

angin meluka wajah
gerai ilalang menanda jeda
mendedah derai senyum rumput melata
satu, dua kata terbata
dieja sawang hiasan dinding balai budaya
melagu risau dihantar gerimis senja

di jilatan mata kau menari
mempola ketersisihan dalam gerak memporak
selendang aneka warna
meningkahi setitik keyakinan yang berarak
membingkai nasib kesenian tak kunjung semarak

di jilatan mata kau menari
menghibur balai budaya yang segera berganti fungsi

palangkaraya, 09 muharram 1426


TEBARAN DEBU

kulempar lunta
terjaring guguran daun kering
berbingkai pigura tiga warna
memberi pertanda pelengkap naskah jaman
untuk ditapsir dengan kerling mata

kuraba musim tak kunjung ganti
memurut ketabahan dari usus kesabaran
agar didapat jawab
apakah bulu lembut di keningmu
masih seindah dulu?

tak perlu ditanyakan apa yang terjaring
butiran salju ataukah guguran daun kering?
keduanya sama
nyatanya lusa mungkin butiran salju yang terjaring

palangkaraya, 06 rabiul awal 1426

AKAN ADA

akan ada seekor burung datang ke kamarku
membawa seuntai melati
seikat daun pandan

akan ada seekor burung datang ke kamarku
bertengger di tandu kencana
memamerkan sayap memainkan bahasa isyarat

ia tak terbang, tapi diterbangkan
ia tak berjalan atau berlari, tapi diangkat dengan cahya keemasan
tanpa desau angin atau berkas sinar

ia akan hinggap di pembaringan
mencoba mengenali bau tubuhku
menanggal sayap-sayap bila waktu telah genap
menjadikan galam dan lanan bertumbangan

palangkaraya, 19 rabiul akhir 1426


SECANGKIR SUSU JAHE

aroma tubuhmu
menyatu dengan udara yang kuhirup
secangkir susu jahe
sederet cerita masa lalu
terpapar
mengalir dengan nada tanpa ritme
malam lelap dalam takdir
bukankah sudah selayaknya berbagi
tapi mengapa pertemuan semesra ini
hanya untuk kita?

aroma tubuhmu
menyatu dengan udara yang kuhirup
kapan kebersamaan ini akan berakhir?
aku tak tahu
mungkin menunggu hirupan terakhir pada cangkir
atau bisa kita ulang di lain waktu
kemudian lenyap
bertemu kembali sebagai sepasang pengantin

palangkaraya, 24 jumadil tsani 1426


TANJUNG EMAS, 01 : 30

merapat di sini
meringkuk menanti tapsir-tapsir baru
beradu kata pengompreng
kita sepakati
dingin udara subuh dan kecipak air luapan hujan
memacu kita beriringan
tiga puluh ribu akan kita bagikan pada pengantar
berlomba kata-kata melewati fakta
janji ada pukul 04 : 00
datang pukul 06 : 30
sebuah kebohongan telah ia ajarkan

semarang, 25 dzulka’dah 1426

Rabu, 30 April 2008

Agung Catur Prabowo


Agung Cepe alias Agung Catur Prabowo lahir di Tuban, 18 Maret 1971. Bergabung dengan komunitas Teater Kristal pada periode 1984 - 1992 dan membidani lahirnya Teater SMA N 1 Tuban Tahun 1988/89. Mulai menulis puisi sejak duduk di bangku SMP dan pernah menulis beberapa naskah drama anak-anak. Beberapa puisinya sampai dengan Tahun 2002 terangkum dalam Antologi ‘Ruang Kaca’ dan ‘Pendapa’ (tidak dipublikasikan). Minat seni lainnya adalah musik. Berproses di teater selalu mendapat jatah ilustrasi musik, beberapa kali menjadi juara lomba mengamen dan telah menggarap musikalisasi puisi.

Bersama kawan seniman di Palangka Raya, pada Tahun 2004 mendirikan Lembaga Seni dan Budaya Terapung (Lingkar Studi Teater dan Sastra Kampung) dan telah banyak memproduksi pementasan teater maupun sastra tingkat lokal maupun regional Kalimantan.

Saat ini bekerja sebagai PNS di lingkungan Dinas Kehutanan Prov. Kalteng dan sejak Tahun 2004 sampai sekarang aktif mengasuh dan menulis untuk rubrik khusus features ‘Balai Basara’ dan ‘Yang Khas Kalteng’ pada Majalah Kehutanan Kalimantan Tengah “PADANG HIMBA” serta turut menyumbangkan karya puisi dan cerpen di media massa.

Tahun 2007 menjadi anggota Dewan Kesenian Daerah Kalimantan Tengah untuk Bidang Teater dan menjadi Dewan Juri pada berbagai event lomba seni dan budaya.


angsana

angsana kini berdaun luruh :
bukan apa-apa, hanya menyapa tanah keruh
hijau putih kini menguning
terayun jatuh disepoi angin
lantas mengalun serenade kemuning :
nyanyiku putih suradadu
kobarkan cinta merah kastuba
hapus nestapa dengan wangi kamboja
wahai, bergetarlah sayap-sayap angsana!
bangkitlan hidup fana hijau angsana!
daun-daun masih luruh :
bukan apa-apa, hanya menunggu musim penuh

(Agung Cepe: Bumi Palangka, Januari 2004)


Lanting

batang sungai yang berkelak-kelok, adalah
urat nadi yang mengalir darah, menderas
dari kerut-kerut lembah, berdenyut
dari bilik-bilik bukit, menetes
dari celah-celah padas..
angin tropis yang sepoi-sepoi, adalah
nafas yang mengalir udara, menghembus
dari rerimbunan lembah, bergelayut
dari puncak-puncak bukit, mendesah
dari dedaunan basah..
lanting yang sendiri terombang-ambing, adalah
jasad yang bersemayam jiwa, mengapung
di atas gelombang yang mulai keruh, bertahta
di atas onggokan yang mulai lapuk, menyandar
pada tiang-temali yang mulai rapuh..

Agung Cepe, 2007


Rambang

bus air, kelotok dan jukung berlalu lalang
sesekali terayun pada bayangan speedboat
barang barang yang baru saja datang bergegas diturunkan
getah dan tengkawang pun buruan diangkut
pedagang yang menuai untung
kami pulalah yang kebagian rejeki
bapa Handut wahai bapa Handut,
impian yang dulu pernah kau rajut
bagi kampung lengang di tepian Kahayan
kini terbentang pandang di pelabuhan
sebagai penghormatan kepada Tatu Hiang
kami pahatkan tugu dan tiang pancang
selamat datang Dandang Tingang
selamat bersemayam di kota Isen Mulang
sampai tiba saatnya kepingan waktu berlalu
wajah kahayan berubah coklat kelabu
dan dermaga yang ditimpa kemilau senja
hanya bisa membiaskan gurat gurat yang menua
bapa Handut wahai bapa Handut,
ijinkan kami bertahan pada betang dan lanting di seberang
dan di sini akan selalu kami dendangkan
syair karungut dan gurindam Rambang

Agung Cepe, April 2008

Senin, 24 Maret 2008

M Anwar MH

Makmur Anwar Maksum Hutomodimejo, lahir di Yogyakarta, 16 Maret 1939.Pendidikan S 1. Memotivasi siswa/pemuda untuk berkarya sastra (puisi) lewat BABA Puisi dan Siaran Tebaran Sastra RRI Palangka Raya. Menulis di skh lokal dan Banjarmasin Post. Antologi Puisi Tiga Berpadu Takdir bersama H A Badar Sulaiman Usin (Kalteng) dan Andi Burhanuddin ( Makassar ). Sudut kecil dari Antologi Puisi Penyair Kalteng Negeri Bekantan. Antologi Puisi lokal Majalah Sastra Dermaga.


KEPRIHATINANKU
untuk : Bang H A Badar Sulaiman Usin di
Negeri yang tak ada lagi keluh kesah

Bang Badar,
tatkala aku membaca & mendengar tergerak nuraniku:
menghidupkan rasa keprihatinan bahwa
satu: orang miskin penghasilan rendah tak cukup biaya hidup keluarga
mereka yang terbanyak membakar uang hasil kerjanya sendiri untuk
mengasapi parunya, melemahi syahwatnya, menghidupi stroke-nya,
melukai janin di rahim isterinya
dua: masih orang miskin yang diserobot status miskinnya oleh kelas
di atasnya hingga sulit membeli minyak kompornya, makin tak mampu
kenyam goreng-gorengan, makin berat mencari beras untuk keluarganya,
musnah mampunya menyekolahkan anak
tiga: sementara kelompok legislatif yang nyebut diri wakil rakyat panen
honor, proyek, kerja dan pesta di hotel-hotel mewah dan keluar negeri
empat: masih legislatif yang banyak duitnya yang disebut terhormat menyakiti
perempuan yang diwakilinya
mencontohi rakyatnya dengan perilaku semaunya. ia mampu pergi ke Kepulauan Hawai
kenapa cuma ke Hotel Hawai di depan mata isteri
lima : selama reformasi kita sudah kehilangan saudara dua pulau batas wilayah dan
kehormatan di negeri jiran
kini Ambalat dan pulau-pulau lain terancam pencaplokan
ini mah urusan eksekutif – kata kodok sambil makan pizza
enam: masih di era reformasi kita kehilangan tata nilai dan kemapanan dan kebebasan pun
kerukunan yang dulu terkenal dengan gotong royongnya lenyap bahkan beribadah pun dapat dilarang
tujuh: negara kita disebut negara hukum tapi kehilangan supremasi hukumnya
hukum tak tegak aturan tak diikuti larangan dilanggar kewajiban tak diabaikan
ini sih urusan yudikatif – kata tikus sambil garuk-garuk pantat
delapan: acara tv banyak takhormati bahasa Indonesia satu butir sumpah pemuda
para selebriti ikutan ngrusak bahasa tanpa acuh tatanan campur adukkan ku dan aku
you dan I tanpa my
mereka tak punya lubang dinding nyanyi lagu dan ah
Bang Badar,
masih banyak yang menggugah keprihatinan tapi malam sudah lingsir
kita penggal esok disambung
maaf ya bang kalau aku dan keprihatinanku membuatmu tergores
(aku tahu hatimu peka akan halhal ini)
aku tak bermaksud begitu
semoga kau tenang dan damai di sana

2008


daun mawar

hidupku daun mawar lapangan
sepak bola
luka oleh duri sendiri
diinjakinjak pesta taruhan
aku adalah Nabi Luth
suami terleceh takhenti
nabi Nuh juga adalah aku
bukan banjirnya tapi anaknya
hidupku daun mawar
terluka duri sendiri
perban kain kasar
berselimut janji takdipenuhi

2008

ditunggu

kalau begini terus
negeri ini adalah
buah masak dimakan ulat
tinggal ditunggu jatuhnya
ulat dan kadal pesta bareng
rangit berjoged nyamuk bermain musik

2011


beribu kali
buat saudaraku

beribu kali kukatakan kau diam
beribu kali kubilang kau diam
beribu kali kuteriak kau diam
kupikir kau memikirkan
kupikir kau mengerti
kupikir kau tahu
ternyata tuli
ah pantas!
pantas!

2011


l u t h

kuncup mengunyah sekam sisa cahaya kebenaran
merambah menyebar sampai ke hilir masa
terhilir zamanku adalah aku
mengisap menyerap darah luth
pahit manis getir beraduk
kalau dia ﺍﷲ mau mencuci
tak ada pasir
tak ada kerikil
tapi ia mau memberi contoh
menghibur umat-nya
yang ada di hilir-hilir agar tak stress
aku adalah salah satunya

nuh yang hidup dulu
darahnya menetes jadi
contoh juga
obat kedua
jadi ramuan maha mujarab menyerap sinar paling menyilaukan
di jagad raya yang harta kekayaannya menyilaukan mata ini
aku yang tlah minum ramuan itu
dalam sadar dan tak sadar
hingga hidupku terbakar langit
riwayat itu aku telan bulat
kukeluarkan kukunyah lagi
pahit
getir
lidahku bengkak
tapi kukunyah lagi
pahit
getir
pedas
makin pahit
makin getir
makin pedas
tapi kutelan juga
sampai pingsan hidupku
tuhan menolongku mengulurkan tangan-nya
ya luth ya nuh
badanku terbakar habis jadi abu
aku hanyalah bayang-bayang angin laut
menyuruk ke dalam gunung limbah membusuk
tanpa hitungan
tanpa prosentasi
tanpa sisa
tapi api di mataku menyala

260711